JAKARTA, KOMPAS.com- Kebudayaan tak tumbuh dalam tubuh politik kita. Visi tentang keadilan tidak lagi memukau sebagai nilai kebudayaan, karena semua transaksi sosial dapat diselesaikan secara koruptif. Inspirasi kebudayaan ttidak lagi datang dari kampus, karena refleksi dan kritisme bukan lagi energi akademis utama pendidikan tinggi.
Budayawan dan pengajar filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung mengemukakan hal itu pada panel diskusi bertajuk "Kebudayaan dalam Kita, Kita dalam Kebudayaan", yang digelar Badan Pekerja Kongres Kebudayaan Indonesia (BPKKI) dan Bale Sastra Kecapi, Rabu (25/8/2010) di Galeri Nasional Jakarta. Kita tidak mendengar suara kebudayaan di ruang-ruang sidang parlemen. "Yang ada adalah suara dengkur para politisi," katanya.
Rocky yang berbicara tentang Letargi Kebudayaan menjelaskan, bila kita kini menemukan tendensi kebudayaan menjauh dari ide keadilan (dalam ruang ekonomi), ide kedaulatan (dalam ruang politik) dan ide kebebasan (dalam ruang imajinasi), itu pertanda daya cipta sudah dalam kondisi letargi. Sudah terjadi immobilitas mental dan cita-cita kebudayaan dalam semua sektor kehidupan.
"Tetapi ada hal yang lebih berbahaya dalam cara kita berbangsa sekarang ini, yaitu pemicikan nilai-nilai republik," tandasnya.
Penyair dan esais Afrizal Malna yang menyorot krisis teater politik mengatakan, fenomena yang hadir dewasa ini adalah merosotnya komitmen, ethos, maupun visi kita bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
Menurut Afrizal, dalam konstitusi, kebudayaan dilihat sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah . Konstitusi yang justru menempatkan kebudayan tanpa subyek yang jelas. Kebudayaan bukan dilihat sebagai hak seluruh rakyat Indonesia untuk mencipta dan berpendapat .
"Kita tidak tahu bagaimana mekanisme dan infrastruktur dari puncak- puncak kebudayaan daerah ini? Siapa pelaku dan siapa yang bertanggung jawab? Apa produk dari puncak-puncak kebudayaan daerah ini?" tanyanya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengatakan, masalah kebudayaan seharusnya diurus kementerian pendidikan . Pendidikan nasional juga tak benar, karena dalam praktiknya berkembang pendidikan internasional dengan bahasa pengantar yang mengkhianati Sumpah Pemuda.
komentar :
menurut saya artikel diatas mencerminkan bagaimana budaya kita saat ini, budaya korupsi sudah menjamur dimana suara suara dalam kampanye yang terdengar dari para calon pemimpin negri hanyalah bahan penarik suara rakyat saja, setelah mendapat amanat tersebut mereka lupa akan yang mereka sampaikan di tengah lapangan panas dan disaksikan ribuan orang miskin yang berharap didepan mereka adalah orang yang akan membawa perubahan bagi negara mereka.
sumber :
http://oase.kompas.com/read/2010/08/25/23094131/Kebudayaan.Tak.Tumbuh.di.Tubuh.Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar